Pertumbuhan Simpanan Masyarakat Dorong Stabilitas Perbankan Bali
Buletindewata.id, Denpasar - Kepala Kantor Perwakilan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) II, Bambang S. Hidayat, mengungkapkan bahwa rata-rata simpanan bank umum di Provinsi Bali pada Agustus 2024 mencatatkan peningkatan yang signifikan sebesar 8,08% year on year (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa perbankan di Bali tetap solid dan terus berkembang.
Dalam acara Temu Media di Bali pada Jumat, 11 Oktober 2024, Bambang S. Hidayat menyatakan, “Perkembangan simpanan bank umum di Provinsi Bali mencatatkan pertumbuhan yang solid, dengan Provinsi Bali yang selalu tumbuh lebih dari nasional.” Pernyataan ini menegaskan bahwa Bali memiliki potensi besar dalam sektor perbankan yang terus berkembang.
Berdasarkan data rekening, jumlah rekening di Provinsi Bali menempati urutan ke-17 secara nasional dengan total 8,66 juta rekening. Namun, secara nominal, Bali menempati urutan ke-7 dengan jumlah total simpanan masyarakat di perbankan mencapai Rp171,64 triliun. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat Bali memiliki kepercayaan tinggi terhadap perbankan di daerah mereka.
Peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Sejak beroperasi pada tahun 2005, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah berperan penting dalam menjaga stabilitas perbankan di Indonesia. Hingga September 2024, LPS telah melikuidasi 10 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS). Dari jumlah tersebut, 2 BPR/BPRS masih dalam proses likuidasi, sementara 8 lainnya telah selesai ditangani. Total simpanan layak bayar yang telah dijamin oleh LPS mencapai Rp277,21 miliar, yang dimiliki oleh 19.884 rekening.
Amanat Baru LPS Sesuai UU P2SK: Menjaga Stabilitas Keuangan dan Melindungi Masyarakat
Dalam kesempatan tersebut, Bambang S. Hidayat, Kepala Kantor Perwakilan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) II, memaparkan kesiapan LPS dalam mengemban amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK). Salah satu mandat penting yang diemban LPS adalah sebagai penyelenggara Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan efektif mulai Januari 2028, atau lima tahun sejak UU P2SK diundangkan. Program ini bertujuan melindungi pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya (CIU).
Sejalan dengan penetapan UU P2SK, LPS telah melakukan perubahan struktur organisasi untuk menjalankan amanat baru tersebut. Salah satu perubahan signifikan adalah pembidangan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Polis. Pada tahun 2023, LPS telah menyelesaikan berbagai perubahan organisasi, termasuk pembentukan Badan Supervisi LPS, identifikasi kebutuhan sumber daya manusia (SDM), dan pemenuhan awal SDM untuk PPP. Selain itu, LPS juga telah menyusun proses bisnis, tata kelola, dan tata tertib Dewan Komisioner, serta peraturan terkait Peraturan Pemerintah, Peraturan LPS, dan Peraturan Dewan Komisioner.
Pada tahun 2024, LPS menargetkan untuk menyelesaikan segala peraturan pelaksanaan terkait UU P2SK. Hal ini mencakup penyusunan dan penetapan peraturan yang diperlukan untuk mendukung implementasi UU P2SK secara efektif. LPS juga akan terus melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk memastikan pemahaman dan dukungan yang optimal terhadap peraturan baru ini.
LPS juga telah merencanakan berbagai persiapan untuk tahun 2025. Beberapa langkah penting yang akan dilakukan antara lain penyesuaian blueprint IT, pemenuhan SDM lanjutan untuk PPP, pengembangan kompetensi lanjutan untuk PPP, serta pengembangan IT tahap awal untuk PPP. Selain itu, LPS juga akan menyelesaikan Penyelesaian Kewajiban Ekuitas (PKE) lanjutan untuk memastikan kesiapan penuh dalam menjalankan mandat baru ini.
Pada tahun 2026-2027, LPS akan melanjutkan pemenuhan SDM lanjutan untuk PPP, pengembangan kompetensi lanjutan untuk PPP, serta pengembangan IT lanjutan untuk PPP. Selain itu, LPS juga akan fokus pada pengembangan infrastruktur IT untuk mendukung pelaksanaan Program Penjaminan Polis secara efektif dan efisien. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkuat kapasitas LPS dalam menjalankan amanat UU P2SK dan memberikan perlindungan yang optimal bagi pemegang polis dan masyarakat luas.
Pentingnya Program Penjaminan Polis (PPP)
Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan dijalankan oleh LPS memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi masyarakat. Dengan adanya PPP, pemegang polis, tertanggung, atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya akan mendapatkan perlindungan yang memadai. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dan sistem keuangan secara keseluruhan.
Implementasi UU P2SK dan Program Penjaminan Polis (PPP) juga didukung oleh pemerintah dan koordinasi antar lembaga terkait. LPS bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan lembaga lainnya dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk memastikan stabilitas sistem keuangan yang lebih baik. Koordinasi yang kuat antar lembaga ini sangat penting untuk menghadapi berbagai tantangan dan risiko yang mungkin timbul di sektor keuangan.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Meskipun LPS telah melakukan berbagai persiapan untuk mengemban amanat UU P2SK, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah memastikan kesiapan SDM dan infrastruktur IT yang memadai untuk mendukung pelaksanaan Program Penjaminan Polis. Selain itu, LPS juga harus terus beradaptasi dengan perubahan regulasi dan dinamika pasar yang terus berkembang.
Namun, dengan dukungan pemerintah dan koordinasi yang baik antar lembaga, LPS memiliki peluang besar untuk sukses dalam menjalankan amanat UU P2SK. Program Penjaminan Polis yang efektif akan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan di Indonesia. (blt)
Posting Komentar untuk "Pertumbuhan Simpanan Masyarakat Dorong Stabilitas Perbankan Bali"