Laporan Riset VIDA: 100% Bisnis di Tanah Air Takut Penipuan Berbasis AI, 46% Tidak Paham Cara Kerjanya
Buletindewata.id, Denpasar - Hingga 100% perusahaan di Indonesia mengaku khawatir dengan semakin besarnya ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI), seperti deepfake, namun 46% di antaranya tidak memahami cara kerja teknologi tersebut.
Temuan tersebut terungkap dalam laporan terbaru VIDA, penyedia solusi pencegahan penipuan identitas digital, bertajuk “Di Mana Penipuannya: Melindungi Bisnis Indonesia dari Penipuan Digital Berbasis AI.”
Laporan tersebut menyoroti empat jenis penipuan digital yang paling sering menyerang bisnis di Indonesia, yaitu penipuan berbasis AI (deepfakes), rekayasa sosial, pengambilalihan akun, dan pemalsuan dokumen dan tanda tangan. Empat sektor yang paling terkena dampaknya adalah perbankan dan keuangan, multi-finansial dan pembiayaan konsumen, asuransi dan layanan kesehatan.
Adrian Anwar, Managing Director dan Chief Revenue Officer VIDA Group, mengatakan dunia usaha harus segera mengambil langkah untuk melindungi diri dari penipuan digital. “Dengan 56% perusahaan telah menghadapi penipuan identitas dan 96% b penipuan dokumen, jelas bahwa dampaknya akan lebih besar. VIDA berkomitmen untuk menyediakan solusi canggih yang memungkinkan perusahaan mendeteksi, mencegah, dan merespons penipuan dengan lebih efektif,” bebernya.
Niki Luhur, Pendiri dan CEO VIDA Group, juga menekankan pentingnya pendekatan holistik untuk memerangi penipuan digital: “Dengan meningkatnya kecanggihan teknologi, perusahaan harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi pelanggan, proses bisnis, dan reputasi dalam lanskap digital yang semakin meningkat. “Solusi anti-fraud yang terintegrasi tidak hanya meningkatkan keamanan, namun juga menciptakan kepercayaan pelanggan yang langgeng di era digital,” tutur Niki.
Untuk mengatasi tantangan ini, VIDA meluncurkan Identity Stack, sebuah solusi komprehensif yang dirancang untuk memerangi penipuan, khususnya dalam transaksi digital di Indonesia.
Solusi ini dikatakan mampu mengurangi tingkat penipuan identitas hingga 99,9%, memberikan perlindungan proses bisnis yang lebih baik, dan memastikan pengalaman pengguna yang lancar.
Dalam konteks yang lebih luas, laporan VIDA menunjukkan bahwa ancaman penipuan berbasis AI telah merambah berbagai sektor. Misalnya, di sektor perbankan dan fintech, deepfake dan rekayasa sosial dapat menelan biaya jutaan dolar.
Di sektor multi-finansial dan kredit konsumen, akuisisi akun dan pemalsuan dokumen merupakan masalah serius, sementara penipuan identitas digital diperkirakan mengakibatkan kerugian lebih dari $2 miliar setiap tahunnya.Industri asuransi dan layanan kesehatan juga tidak kebal terhadap ancaman ini, dengan pemalsuan dokumen dan tanda tangan yang meningkatkan risiko klaim palsu, serta serangan rekayasa sosial yang menargetkan masyarakat untuk mendapatkan data sensitif. Hal ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga risiko reputasi yang serius.
VIDA mengungkap empat jenis penipuan digital dan potensi kerugian bagi pelaku bisnis dan konsumen. Selain itu, dalam laporan penelitiannya kali ini, VIDA mengungkap berbagai potensi kerugian yang dapat ditimbulkan dari empat ancaman penipuan digital teratas saat ini, antara lain:
1. Penipuan identitas digital
Didorong oleh penipuan digital yang semakin canggih serta penggunaan AI dan teknologi palsu, 56% bisnis di Indonesia telah menjadi korban penipuan digital.Bentuk penipuan identitas yang canggih ini menimbulkan risiko serius karena merusak kepercayaan dan meningkatkan risiko kehilangan data bisnis, masalah hubungan dengan pemangku kepentingan, dan kerusakan reputasi. Ketika penipu menjadi lebih canggih, buku putih ini menyarankan agar perusahaan dapat mengambil langkah-langkah pencegahan untuk menghadapi ancaman digital.
2. Rekayasa sosial (Social engineering)
Masyarakat Indonesia kerap menjadi korban berbagai jenis penipuan rekayasa sosial. Serangan phishing kini menjadi ancaman yang semakin umum; kasus ini menimpa 67% perusahaan di Indonesia. Smishing, ancaman serupa yang dikirim melalui SMS, memengaruhi 51% bisnis, sementara vishing (voice phishing) menargetkan 47% bisnis. Angka ini menunjukkan kebutuhan mendesak akan sistem dan kesadaran keamanan sibermasyarakat untuk mengatasi ancaman yang ada disekitarnya
3. Penerimaan akun
Pengambilalihan akun terjadi ketika pelaku mengeksploitasi kata sandi yang lemah dan kurangnya otentikasi multi-faktor melalui serangan kredensial dan phishing.Ini adalah masalah yang paling umum, dengan 97% profesional melaporkan upaya pengambilalihan akun. Sektor-sektor seperti keuangan, fintech, dan e-commerce sangat rentan terhadap serangan karena banyaknya informasi berharga yang mereka simpan, seperti data pribadi pelanggan.
4. Pemalsuan dokumen dan tanda tangan (fake of document and Signature)
Jenis penipuan ini tidak hanya membahayakan validitas dokumentasi pelanggaran data, namun juga dapat merusak reputasi perusahaan, mengurangi kepercayaan pelanggan, dan menyebabkan kerugian finansial yang signifikan. 96% perusahaan pernah menghadapi kasus pemalsuan dokumen dan tanda tangan.
Dengan berbagai hasil dan solusi yang diajukan Identity Stack, VIDA berharap perusahaan-perusahaan Indonesia dapat segera memperkuat pertahanannya terhadap ancaman digital yang terus berkembang.
Laporan penelitian VIDA menyoroti adanya kebutuhan mendesak bagi dunia usaha di Indonesia untuk segera mengadopsi solusi keamanan digital yang canggih dan terintegrasi untuk memerangi ancaman penipuan yang semakin meningkat ini.
Sebagai Electronic Certification Authority (PSrE) atau Certification Authority (CA), PT Indonesia Digital Identity (VIDA) terdaftar dan berkedudukan di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. VIDA merupakan lembaga sertifikasi terpercaya yang mempunyai kewenangan menerbitkan sertifikat untuk Indonesia. memerlukan tanda tangan elektronik bersertifikat. (rls)
Posting Komentar untuk "Laporan Riset VIDA: 100% Bisnis di Tanah Air Takut Penipuan Berbasis AI, 46% Tidak Paham Cara Kerjanya"